Rani meletakkan dagunya pada meja lalu menghembuskan nafasnya pelan-pelan. Ia merasa bosan dan merasa tidak bertenaga sama sekali. Sekarang adalah jam pelajaran Matematika, dan Rani sama sekali tidak mengerti apa pun yang dijelaskan oleh Gurunya di papan tulis. Akhirnya Rani hanya mengambil pena lalu mencoret-coret sesuatu di bukunya.

 

Sesil, teman sebangku Rani melihat Rani yang tampak kebosanan. Ia tahu kalau temannya itu tidak menyukai pelajaran Matematika. Sesil juga kurang mahir dalam Matematika, sehingga mereka jadi sulit untuk menjelaskan satu sama lain.

“Psst…psst….”, bisik Sesil. Rani yang sibuk mencoret-coret sesuatu di kertas akhirnya menoleh.

“Ada apa?”, bisiknya balik.

“Aku tidak mengerti apa yang dijelaskan oleh Bu Guru di depan”, ujar Sesil.

“Apalagi aku! Pelajaran ini membuatku tambah mengantuk, jawab Rani.

 

Tidak lama kemudian setelah mereka berdua berbisik, lonceng tanda pelajaran usai berbunyi. Hampir semua murid keluar kelas untuk istirahat siang ataupun berbelanja di kantin. Namun, tidak dengan Sesil dan Rani. Mereka berdua justru merenung mengapa tidak ada satu pun materi yang dapat mereka mengerti.

 

Sesil memperhatikan dua orang murid yang duduk di meja ujung. Mereka adalah Vanes dan Naya. Tampaknya mereka sedang membahas soal-soal tugas dari Bu Guru tadi.

“Ran, coba lihat!”, Rani pun menoleh ke arah telunjuk Sesil. Rani mengeluh dan berkata, “Andaikan kita dapat  menjadi jenius seperti mereka…”. Sesil tersenyum dan menjawab, Pasti bisa!”.

Jika dengan Bu Guru, kita tidak paham, mungkin dengan teman kita dapat paham”, Sesil pun menarik tangan Rani lalu berjalan menuju meja Vanes dan Naya.

“Hai, teman-teman, boleh gabung, nggak?”, tanya Sesil. Tentu saja pertanyaan dari Sesil disambut ramah oleh mereka. Sesil dan Rani pun mengamati dan mendengarkan bagaimana mereka mengerjakan soal-soal yang diberikan Bu Guru. Sedikit demi sedikit Sesil dan Rani memahami, walaupun tidak secara keseluruhan. Benar kata Sesil, belajar bersama teman lebih membuat mereka paham daripada dijelaskan Bu Guru di papan tulis.

“Wah, ternyata Matematika jadi menarik dan menyenangkan, ya?”, celetuk Rani.

“Benar, Ran! Asalkan kita paham konsep awalnya terlebih dahulu”, ujar Sesil.

 

“Tetapi sepertinya aku lebih paham kalau belajar bersama teman dibandingkan hanya menyimak di papan tulis”, ucap Rani malu-malu.

“Memang benar, Ran! Bagaimana jika kita adakan belajar kelompok setiap selesai sekolah? Mungkin dua hari dalam seminggu”, usul Naya. Itu merupakan ide yang brilian. Sesil dan Rani semangat menyambut ajakan tersebut. Akhirnya mereka berempat selalu belajar kelompok di hari Selasa dan Kamis. Lama-kelamaan, teman-teman yang lain jadi tertarik dan ingin bergabung di dalam kelompok mereka.

 

Sekarang anggota kelompok belajar semakin banyak hingga hampir seperti komunitas belajar. Sesil dan Rani yang dulunya tidak paham apa-apa tentang Matematika, kini bahkan menjadi tutor buat teman-teman yang baru bergabung. Siapa menduga kelompok belajar kecil-kecilan yang mereka bentuk kini menjadi besar dan membawa manfaat bagi banyak anak di sekolah mereka.